Tuesday, February 22, 2011

Hormon Membaca

Sejak kecil saya suka banget baca buku cerita, entah itu sumbernya novel, majalah mingguan maupun majalah untuk orang dewasa dan berbahasa jawa sekalipun (hayo siapa yg masih mengenal majalah berbahasa jawa "Penjebar Semangat dan Jaya baya"). Mungkin karena gak bebas bermain, dan hanya diperbolehkan main di jam jam terntentu saja oleh ibu saya membuat saya hobi banget baca. Dan mungkin ini diturunkan dari ruh kakek dan bapak saya. Saking saya punya penyakit akut dengan membaca cerita, ibu saya melarang saya membaca cerita sebelum tidur, ini pun membuat saya tidak kehilangan akal, percaya atau tidak di bawah kasur saya selalu menyembunyikan beberapa buku cerita ataupun majalah. Dan kelak setelah saya beranak pinak saya baru tahu kalau ternyata ibu saya mengetahui perbuatan saya ini dari cerita beliau.

Sejak lahir sampe SMP saya tinggal dengan kakek dan nenek saya dari pihak bapak. Kakek saya adalah salah satu veteran pejuang 45, dari beliaulah saya menyukai dongeng dan cerita dan membaca , maklumlah namanya jg pensiunan tentara, jadi praktis sehari hari yg beliau lakukan adalah membaca dan bekisah demi membunuh waktu luang.

Dan tempat beliau bisa menumpahkan uneg unegnya atas kisah kisanya ya cucunya yg saat itu seringkali khusyu mendengar cerita cerita beliau bahkan "nagih" untuk minta suatu cerita.. Diantara ke-5 orang cucunya , saya adalah cucu tertua sekaligus cucu yg paling khusyu mendengarkan cerita cerita perjuangan beliau. Bahkan beliau mengisahkan cerita perang saat melawan penjajahan jepang, memakai baju karung goni , digigit kalajengking sampe hampir mati dan mengangkat bedil melawan penjajah dan kisah puncaknya PD II dimana desa saya saat itu hampir dibumihanguskan dan di bom. Dan tentunya seiring bertambahnya umur saya, beliau jg menceritakan jaman revolusi termasuk jaman tahun 1965.

Karena beliau suka wayang kulit, jangan heran kl hal tersebut menular ke saya meskipun sedikit. Jadi sedikit banyak saya tahu cerita pewayangan, dan percaya atau tidak , waktu kecil saya suka nonton wayang kulit meskipun gak sampe tuntas karena tidak kuat menahan kantuk.

Semuanya itu disempurnakan dengan koleksi buku - buku kakek yang jumlahnya 1 lemari 2 pintu. Full isinya buku semua. Dan semuanya pernah saya baca saat saya SD. Mulai dari Biografinya Mouamar Khadafi dan Roosevelt maupun JF Kennedy. Psssttttt saya pernah baca buku yg terselamatkan dari razia tentara dimana orang yg menyimpan buku itu dianggap subversif. Edan.

Saya familiar dengan buku buku politik milik kakek saya dan juga novel novel jaman dulu yg ejaannya pun masih menggunakan ejaan lama. Dimana buku ato novel jaman dulu dicetak diatas kertas yg tebal dan buram. Kelak cita cita saya , saya ingin mengumpulkan seluruh koleksi buku dari kakek saya. Mudah mudahan masih banyak yg masih terselamatkan.

Seluruh pengalaman masa kecil saya itu kelak membuat saya doyan banget baca apa saja. Apa saja, bacaan anak sampe bacaan dewasa, mulai dari novel piciisan maupun biografi .

Padahal sebelumnya semua novel dari yg picisan karya freddy S mapun novel fiksi ilmiah semacam karya michael crichton sepert Congo saya lalap habis.Sampai kelak saya mengalami titik jenuh saat hamil Alya. Saya enggan baca buku sama sekali. Mogok .

Terakhir sekitar 2 th yg lalu saya baca novel "The Name Of The Rose" novel yang berbau historical yg ditulis oleh Umberto Eco. Dan entah kesambet apa tiba tiba akhir - akhir ini saya menyukai membaca novel lagi. "Perempuan Kembang Jepun" awalnya dan kali ini saya kesengsem parah sama tulisan Ayu Utami, meskipun dulu sempat membaca "Saman" tidak sekagum ini dengan Ayu Utami. Karya Ayu Utami berjudul "Bilangan Fu" dan "Manjali & Cakrabirawa "sungguh membuat saya tak melewatkan barang sedetikpun membunuh waktu luang disela sela sepulang kerja, mengerjakan pesanan tumpeng dan mengangar tumpeng serta tentu saja menemani anak anak.

Membaca tulisan Ayu Utami rasanya seperti mengikuti pusaran bahasa sastra yang tiada habisnya. Sungguh pengalaman membaca karya sastra yg padat dan memperluas batas cakrawala bahasa sastra saya.

Perubahan drastis itu tentu saja dibaca dengan jeli oleh Alya dan Asha. Kalau Asha hanya sekedar suka membawa novel novel tebal dan sesekali membukanya dan sekedar tahu ini milik mama. Sedangkan Alya sudah mulai tergelitik apa gerangan yg membuat sang mama jd autis dan ditemani buku dimanapun berada.

"HAH...monster-monster, Tuyul, Kubur Kosong, Hantu Cekik....mam..ini buku apa sih yang mama baca??" ucapnya sambil bergidik diantara keingintahuan dan kengerian.

"Psstttt...suatu saat kalo sudah besar, Alya boleh baca novel novel mama" ujar saya seraya tersenyum penuh arti ke Alya.

Hormon turunan kakek saya ini rupanya mengalir ke darah Alya dan Asha. Alya yg terakhir kemaren menyukai novel tulisan ringan kecil kecil punya karya, sekarang sedang belajar membaca serial 5 sekawan. Jangan ditanya deh minat baca Alya. Bisa gak bergeming kalau sedang membaca cerita.

Sedangkan Asha,jangan salah, dengan segudang koleksi buku sang kakak, 5 buku cerita masih masih kurang buat pengantar tidur Asha di setiap menjelang tidur siang dan malamnya, dan jujur ini dikelukan oleh pengasuh Asha,karena si mbak pengasuh ini yg ketiban sial baca buku cerita anak anak sampe mulutnya capek.

Arrgggggggg rupanya ruh membaca itu sudah mulai mengaliri saya lagi. Bedanya sekarang agak selektif dg jenis bacaannya. Gak semua doyan saya baca, yg berlatar sihir dan vampir tidak termasuk antusias pengen saya baca.

Diujung meja kerja saya terlihat "Ronggeng Dukuh Paruk, Hanzel & Gratel & To Kill a mockingbird yang masih terbungkus plastik " sudah menunggu untuk disantap

Thursday, February 17, 2011

Balada anak tukang catering

Hampir sepanjang minggu sang ibu sibuk berkutat didua tempat yang berbeda , antara di salah satu gedung perkantoran di bilangan cilandak dan malam hari dan weekend berkutat didapur dan sering pula berkeliaran disekitaran pasar dikota Bogor serta mulutnya tak henti henetinya sibuk memberi instruksi ke beberapa anak buahnya laksana komandan Batalyon, sedangkan sang Ayah sedang berjuang meniti karir nun jauh di kota kecil yg beraroma batik dan berjarak hampir 400 Km dari mereka.

Mereka si anak anak berusia hampir 8 tahun dan 3 tahun yang selama ini mencoba memahami kondisi orangtua mereka. Sang ibu sempat merasa takut sang anak merasa terpinggirkan oleh keadaan yang memaksa ini. Dimana disaat saat weekend anak anak lain mendapat jatah bersenang senang dengan berjalan jalan ke mal atau ketempat rekreasi. Sang anak anak burung itu belum tentu menyecap hal yang sama dengan anak anak lain.

Dipagi hari weekend, kadangkala mereka belum mandi dan sekaligus belum sarapan sedikitpun harus melewati pemandangan pagi yang sungguh amat sibuk dan panik. Sang ibu dengan berbagai instruksinya dan para pegawai tergopoh gopoh mengikuti instruksi. Dan kadangkala mereka pun kebagian peran kecil seperti , sang adik yang mampu membantu dengan meletakkan buah jeruk di pojok box carton bersebelahan dengan nasi , kadangkala sang kakak membantu memotong daun srawung dengan menggunakan gunting, kadangkala membantu membalik plastik tahan panas dan memasukkan sayuran dan kadang juga mengisi box dengan ayam bakar. Tentunya dengan wanti wanti dari sang ibu " kalau capek bilang ya, gak usah diterusin ya sayang".

Mereka mengangguk riang dan kemudian tak berapa lama mereka sudah kembali bermain main diteras. Kadang melihat si mbaknya memotong atau mengukir garnish berupa wortel dan loba, dan sesekali mereka turut menancapkan beberapa hiasan garnishh ke Tumpeng.

Direlung sudut sang ibu, terguguk haru. Merasa bersalah, anaknya yg belum genap 5 tahun harus turut membantu sang ibu mengais rezeki dihari libur mereka.

Tapi ternyata semua itu tidak mengurangi keriangan mereka , sambil menunggu pesanan siap diantar, kadangkala sang kakak sudah mampu memandikan adeknya dan sekaligus mendadaninya. Setelah mereka rapi, sambil menunggu mereka bermain main dijalan depan rumah sambil sibuk tertawa dan joget joget dan kadang bermain peran, tentunya dengan pengawasan minim dari kami.Jikalau pesanan ke arah puncak, sepulangnya sang ibu mengajak mereka berkuda di areal wisata gunung mas, kadangkala cukup menelusuk ke beberapa tempat dipuncak yg menyajikan ambience yang berbeda. Kadang cukup memarkirkan kendaraan di resto Cimory sambil menyeruput segelas Bluberry yoghurt shake dan bermain di Play groundnya sudah membuat mereka berlarian dan terdengar gelak tawa mereka.

Jikalau pesanan kearah parung, kami membelokkan kendaraan ke arah kaki gunung salak dan hiking kecil kecilan menyusuri sungai dan menemukan air terrjun curug nangka. Sepanjang menuju curug nangka kami berjalan kaki sesekali berhenti dikarerenakan sang ibu cukup payah dengan membawa calon bayi , berhenti sejenak di saung saung sepanjang curug, sambil melihat monyet monyet melompat dari satu dahan pinus ke dahan yang lain serta menikmati segarnya lereng gunung salak. Pernah pula kami membelok kearah sentul ke arah gunung pancar yang penuh pemandangan hutan pinus yang menawan. Dan kadang jikalau hari masih belum terlalu siang , kami arahkan mobil ke arah kawah ratu disekitaran cidahu.

Sepanjang jalan mereka sungguh riang dan menikmati seluruh acara antar tumpeng sekaligus piknik ini, kadang terbersit rasa khawatir mereka terlalu capek. Tapi justru karena sering tertempa kerasnya keadaan, membuat mereka malah menjadi mandiir , kuat dan tangguh menghadapi tantangan. Amien.

Sang ibu menarik napas lega, dengan segala keterbatasan yang ada, anak-anak mampu menikmati liburan ala kadarnya. Ternyata tak selamanya nasib anak tukang catering harus kehilangan masa kecilnya dan tidak bahagia. Semoga momen - momen ini kelak akan menjadi momen yg indah disaat mereka dewasa kelak.

Hanya sebaris doa ibu untuk putri -putri tercintanya:

"Ya Allah lindungilah putri - putriku ya Allah, bahagiakanlah mereka ya Allah disepanjang hidupnya ya Allah, Mudahkanlah Jalan hidupnya ya Allah, Jadikanlah mereka putri - putri yang sabar, kuat dan sholehah. Amien"